Ekonomi,
4 Fakta Subsidi Angkutan Massal Bus Perkotaan 2025 Dipangkas, Kemiskinan Bisa Naik

PT.SPIRIT INTI MEDIA
Minggu, 19 Jan 2025 12:18

JAKARTA â€" Kementerian Perhubungan memangkas anggaran subsidi angkutan massal bus perkotaan tahun 2025. Alokasi anggaran kegiatan buy the service (BTS) atau subsidi angkutan massal bus perkotaan tahun 2025 sebesar Rp177,49 miliar.
Jumlah ini menurun drastis jika dibandingkan dengan periode 2024 yang dialokasikan sebesar Rp437,89 miliar.
Direktur Angkutan Jalan, Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, Ernita Titis Dewi mengungkapkan dari penurunan alokasi anggaran tersebut ada beberapa kota yang tahun ini tidak lagi mendapatkan subsidi angkutan umum perkotaan. Sebab tahun 2025 sendiri hampir terpangkas sepertiganya dari tahun 2025.
"Dengan pengurangan hampir sepertiga ini, kita harus berpikir realistis, mana yang akan dibiayai, mana yang komitmen daerah tinggi, dan mana yang perlu disupport lebih lanjut. Mana yang diteruskan atau tidak," ujarnya dalam media briefing di Kementerian Perhubungan Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Berikut adalah fakta anggaran subsidi angkutan kota dipangkas yang dirangkum Okezone, Minggu (19/1/2025).
1. Ada 11 Kota Dapat Layanan Subsidi
Ernita memaparkan, pada tahun 2024 setidaknya ada 11 kota yang mendapatkan layanan buy the service. Seperti Medan, Palembang, Bandung, Surakarta, Banyumas, Jogja, Banjarmasin, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, dan Makassar.
Sedangkan pada tahun 2025 hanya ada 8 kota yang akan mendapatkan subsidi angkutan umum massal perkotaan. Seperti Palembang, Surakarta, Banyumas, Balikpapan, Surabaya, Makassar, Pontianak, dan dan Manado.
Kemenhub berharap, Pemerintah Daerah bisa segera mengambil alih program BTS yang sebelumnya dibiayai oleh pemerintah pusat menjadi kewenangan daerah. Sehingga layanan angkutan umum bisa murah bisa tetap dijalankan untuk mengurangi dominasi kendaraan pribadi yang menimbulkan kemacetan dan polusi.
"Tujuan pemberian angkutan subsidi perkotaan itu pertama stimulus, kedua meningkatkan minat penggunaan angkutan umum, ketiga memudahkan mobilitas masyarakat angkutan perkotaan. Apabila tidak ada subsidi, itu untuk menggunakan transportasi umum biayanya akan lebih mahal," kata Ernita.
2. Data Kemenhub
Berdasarkan data Kemenhub, sejak tahun 2022 jumlah koridor yang mendapatkan subsidi BTS terus mengalami penurunan. Pada tahun 2022 sebanyak 51 koridor dari 10 kota dengan anggaran Rp552,91 miliar. Kemudian pada tahun 2023 jumlah koridor yang mendapatkan layanan BTS berkurang menjadi 48 koridor dengan anggaran Rp582,98 miliar.
Selanjutnya pada tahun 2024 kembali dikurangi menjadi 46 koridor untuk 11 kota dengan alokasi anggaran Rp437,89 miliar. Terakhir pada tahun 2025 ini jumlah layanan BTS dipangkas signifikan menjadi tersisa Rp12 koridor untuk 8 kota baru dengan alokasi anggaran Rp177,49 miliar.
3. Publik Prihatin
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Damantoro mengatakan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) prihatin dengan dipangkasnya anggaran subsidi angkutan massal bus perkotaan.
“MTI prihatin dengan kebijakan yang sangat bertolak belakang dengan janji kampanye untuk menyediakan angkutan umum murah bagi masyarakat,” ujarnya, Rabu (15/1/2025).
Sejumlah pakar yang juga merupakan anggota MTI mengungkapkan, alih alih motong anggaran, seharusnya Pemerintah minimal mempertahankan anggaran kalau belum bisa menaikkannya.
“Sangat memprihatikan diskoneksi antara janji presiden dan terjemahan anggaran APBN-nya di keuangan, ungkap Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio.
“Harusnya mulai menyusun program yang lebih baik lebih sistematis dan lebih terstruktur untuk pembenahan angkutan umum di Indonesia sebagai upaya peningkatan program BTS yang sudah dimulai pemerintah sebelumnya,” ujar Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno.
4. Dampak Penurunan Anggaran
Angkutan masal adalah angkutan umum yang biasa saja sangat jauh dari harapan masyarakat. Buruknya angkutan umum menjadi salah satu pendorong tingginya penggunaan kendaraan pribadi.
“Itu kenapa masyarakat banyak menggunakan sepeda motor bukan karena suka tapi banyak yang terpaksa karena tidak adanya angkutan umum, ujar Darmaningtyas.
Data BPS menyebutkan bahwa biaya transportasi masyarakat menengah bawah perkotaan sudah menghabiskan 30-40% pendapatan.
"Tanpa angkutan umum yang baik, ada potensi pemisikinan masyarakat perkotaan akibat tingginya biaya transportasi,” ujar Danang Parikesit.