Ekonomi,
Geruduk Rumah Pendiri Sritex Minta THR Dibayar, Buruh Sebut Iwan Lukminto Masih Kaya Raya Punya Harta Rp50 Triliun

PT.SPIRIT INTI MEDIA
Jumat, 21 Mar 2025 17:28

SOLO - Rumah keluarga Lukminto pendiri PT Sritex di Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, digeruduk puluhan massa yang mengatasnamakan KSPI dan Partai Buruh, pada hari ini, Jumat (21/3/2025). Aksi mereka menuntut pembayaran pesangon dan THR.
Dari pantauan di lokasi, massa melakukan aksi dengan membentangkan berbagai bendera organisasi seperti Partai Buruh, KSPI, dan SPN. Puluhan massa juga sempat melakukan aksi tidur di jalan Bhayangkara saat menyanyikan lagu gugur bunga. Aksi kemudian dilanjutkan dengan melakukan orasi di depan rumah keluarga Lukminto.
Penanggungjawab aksi, Aulia Hakim mengatakan, aksi ini untuk mengetuk hati bos Sritex Iwan Kurniawan Lukminto (Wawan). Meski dia tahu jika pembayaran THR dan pesangon adalah kewenangan kurator, dan baru akan dibayarkan setelah aset Sritex Group yang dinyatakan pailit terjual.
"Menurut hukuman kepailitan kewajiban pesangon dan THR ada di kurator setelah menjual aset. Saya ingin mengetuk hati saja, bapak Iwan Lukminto dan keluarga, kalau nunggu aset, berapa tahun terjual. Bapak (Iwan) itu triliunan asetnya, maksud teman-teman bok ya displitkan dana sedikit saja. Tidak akan miskin, saya jamin," ucap Aulia.
Dia menyebut, kekayaan keluarga Lukminto mencapai Rp50 triliun. Sementara pembayaran THR sebesar Rp25 miliar. Artinya, angka itu disebutkan tidak akan mempengaruhi kekayaan Lukminto.
"Kalau bapak Iwan Lukminto sekeluarga, ada empati dan simpati, tolong berikan hak kepada kawan-kawan dengan menyisihkan hartanya. Hartanya masih kaya raya sekali, kami dapatkan data itu, faktanya harta mereka masih di atas Rp 50 triliun. Jangan semua diserahkan ke pemerintah," ucapnya.
Sementara itu, koordinasi aksi Murjioko mempertanyakan, uang koperasi karyawan sekitar Rp6 miliar, yang hingga saat ini belum ada kejelasan serta pembayaran premi BPJS Ketenagakerjaan.
"Uang koperasi hampir Rp6 miliar dananya juga raib sampai hari ini. Pengelolanya ditanyai katanya dipakai manajemen, itu kan ironis. Kemudian yang mengadu ke kami, pembayaran premi BPJS Ketenagakerjaan itu hampir Rp 6 miliar, premi yang tidak dibayarkan," tandas Murjioko.