Kamis, 27 Mar 2025
  • Home
  • Politik
  • Beda Sikap Soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo

Beda Sikap Soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo

PT.SPIRIT INTI MEDIA
Kamis, 09 Mei 2024 04:40
Pasangan presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka hadir dalam rapat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta,

JAKARTA-Wacana mengenai penambahan jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 dalam pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto mendatang menjadi topik perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menganggap penambahan kementerian sebagai hal wajar karena Indonesia merupakan negara yang besar sehingga butuh bantuan dari banyak pihak.

Namun dia mengklaim ide itu muncul bukan untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.Wacana tersebut mendapat tanggapan berbeda dari berbagai kalangan. Berikut pendapat mereka. 

1. Mahfud Md: Tambah Menteri Lagi, Kolusinya Semakin Meluas

Mantan calon wakil presiden Mahfud Md menyoroti wacana penambahan jumlah kementerian di pemerintahan Prabowo. Menurut dia, semakin banyaknya jumlah kementerian, bisa jadi karena tuntutan akibat bagi-bagi kekuasaan yang terlalu besar setelah pemilu. 

“Setelah Pemilu menang, karena terlalu banyak (pihak) yang dijanjikan (dapat kursi kekuasaan), menteri-menteri jadi diperluas lagi,” kata Mahfud saat menjadi pembicara seminar nasional ‘Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan ke Depan’ di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu, 8 Mei 2024.

Mahfud menuturkan jumlah kementerian di Indonesia dari era ke era semakin banyak.“Dulu kan 26 menteri, sekarang jadi 34 menteri, besok pemilu yang akan datang ditambah lagi jadi 60, tambah (menteri) lagi kolusinya semakin meluas dan negara bisa rusak,” kata Mahfud.

“Padahal di Amerika saja hanya ada 14 menteri, lalu sisanya dibagi ke dirjen (direktorat jenderal) yang dikelompok-kelompokkan begitu,” ujarnya menambahkan.Dalam kajiannya bersama asosiasi pengajar hukum tata negara pada 2019, Mahfud mengatakan telah merekomendasikan jumlah pos kementerian dipangkas agar efektif. 

“Saat itu kami di asosiasi mengatakan bahwa pos kemenko (kementerian koordinator) dihapus, karena tidak ada gunanya,” kata dia. “Tapi karena saat itu (pasca Pemilu 2019) susunan kabinet sudah disusun, kami perhalus bahasannya kemenko tidak harus ada sesuai undang-undang, tapi semangatnya bukan terus bagi-bagi kekuasaan begitu.”

Semangatnya saat itu, kata dia, membatasi jumlah pejabat setingkat menteri karena semakin banyak pejabat setingkat menteri itu maka semakin banyak sumber korupsi karena semua ada anggarannya.

2. Direktur Eksekutif Survei dan Polling Indonesia, Igor Dirgantara: Wajar Jika Kementerian Ditambah Sampai 40  

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Survei dan Polling Indonesia Igor Dirgantara mengatakan wacana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 cocok diterapkan karena Indonesia merupakan negara besar.

Menurut Igor, penambahan nomenklatur kementerian itu bisa meningkatkan kinerja pada sektor-sektor tertentu yang selama ini belum tersentuh oleh pemerintahan sebelumnya.

"Indonesia kan negara yang besar, luas, penduduknya banyak pula, wajar jika kementeriannya ditambah sampai dengan 40, yang penting itu disetujui," kata Igor saat dihubungi dari Jakarta, Rabu, 8 Mei.

Dia tidak menampik penambahan jumlah kementerian itu memunculkan istilah kabinet gemuk. Namun kata gemuk diartikan negatif jika hanya merujuk kepada seseorang.

Akan tetapi, untuk sebuah negara, menurut Igor, kabinet gemuk harus dilihat dengan cara pandang berbeda karena walaupun Prabowo mengusung keberlanjutan, perbaikan pun tetap diperlukan.

"Nah salah satu perbaikan itu menambah nomenklatur kementerian," kata dia.

3. Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah: Lebih Baik Dirampingkan

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai penambahan nomenklatur kementerian menjadi 40 akan membuat pemerintahan menjadi gemuk sehingga tidak efektif.

"Menurut saya, enggak tepat karena kan pemerintahan menjadi gemuk, jadi nanti malah tidak efektif," kata Trubus saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 8 Mei.

“Harusnya, menurut saya, lebih baik dirampingkan. Misalnya, Kementerian Perdagangan dijadikan satu dengan Kementerian Perindustrian. Jadi itu harusnya dirampingkan," ujarnya.

Dia mengatakan badan atau lembaga negara yang memiliki kewenangan sejenis disatukan di bawah satu induk kementerian.

"Misalnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi itu digabungkan saja kan ada dua lembaga; Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), kan sama itu, itu dijadikan satu," katanya.

Hal tersebut, kata dia, sebagaimana yang dahulu pernah dilakukan pada penggabungan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) sehingga menjadi Kementerian ATR/BPN.

Dia pun mengingatkan, apabila ada penambahan nomenklatur kementerian, maka harus ada pula kementerian yang dilikuidasi, karena jumlah kementerian lebih dari 34 akan menyebabkan pemborosan anggaran negara.

"Menurut saya terlalu banyak, jadi kalau pun mau nambah harus ada yang dilikuidasi. Jadi nanti jumlahnya enggak lebih dari 34. Kalau sampai 40 jadi kebanyakan, kegemukan, nanti pemborosan anggaran," kata dia.

4. Guru Besar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, Agus Pramusinto: Perlu Kajian Ilmiah

Guru Besar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM Agus Pramusinto mengatakan usulan menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi lebih dari 40 perlu kajian ilmiah.

"Penambahan atau pengurangan kementerian dan lembaga harus didasarkan pada kajian ilmiah yang didukung dengan data-data yang lengkap," ujar Agus saat dihubungi pada Rabu, 8 Mei.

Menurut dia, pertimbangan efisiensi dan efektivitas lembaga juga harus menjadi perhatian penting, karena jangan sampai penambahan kementerian justru menambah persoalan efisiensi. "Apalagi, sampai terjadi tumpang tindih dengan institusi yang sudah ada," katanya.

Hal sebaliknya, kata Agus, jangan sampai pengurangan kementerian demi mempertimbangkan efisiensi berdampak pada fungsi yang harus dijalankan menjadi tidak efektif.


Editor: 1

Sumber: tempo.co

#kabinetprabowogibran
Berita Terkait
  • Sabtu, 11 Mei 2024 06:45

    Ketua MPR Tegaskan Pelantikan Prabowo-Gibran Jadi Presiden-Wapres RI Tak Bisa Dijegal

    JAKARTA-Ketua Majelis Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Bambang Soesatyo menegaskan bahwa pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presi

  • Rabu, 08 Mei 2024 20:56

    JK Sentil Wacana Kabinet Prabowo Diisi 40 Menteri: Artinya Bukan Kabinet Kerja tapi Politis

    JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) menyentil wacana Kabinet Prabowo-Gibran yang akan diisi oleh 40 menteri. Dia mengatakan hal ini bukan kabinet kerja, namun politi

  • komentar Pembaca

    Copyright © 2012 - 2025 www.spiritriau.com. All Rights Reserved.