Nasional,
Mantan Wakapolri soal Kasus Tom Lembong: Saat Gula Datang Kan Bisa Langsung Ditangkap
PT.SPIRIT INTI MEDIA
Selasa, 05 Nov 2024 17:54
JAKARTA - Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno mempertanyakan alat bukti berupa keterangan saksi-saksi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menetapkan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Menurutnya, jika Tom Lembong bersalah, bisa langsung ditangkap saat gula impor datang di pelabuhan.
"Saat gula datang itu, kan, (bisa) langsung ditangkap begitu merapat ke pelabuhan. Jangan ditunggu bertahun-tahun kemudian baru diperiksa," ujar Ogroseno saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (5/11/2024).
Namun yang terjadi justru Tom Lembong dijadikan saksi terlebih dulu untuk diperiksa kemudian baru dijadikan tersangka. "Sekarang model kalau misalnya seseorang dijadikan tersangka. Kenapa harus jadikan saksi dulu lalu diperiksa-periksa? Berarti, kan, dia mengharapkan pengakuan. Padahal pengakuan tidak diatur di KUHAP Pasal 184," ujarnya
Karena, kata dia, salah satu alat bukti itu bukan keterangan tersangka melainkan ada keterangan saksi. "Saksi itu yang melihat, mendengar, mengalami. Tetapi kalau Pak Tom Lembong ini saksi apa dia di situ? Saksi pembuat surat," sambungnya.
Oegroseno menduga Tom Lembong akan diproses di akhir setelah semua saksi sudah diambil keterangannya dan berkas perkara sudah lengkap.
"Ini sangat aneh kalau misalnya menetapkan seseorang yang seharusnya tersangka, harus ikut memberikan keterangan juga, melengkapi berkas-berkas sebagai saksi," kata Oegroseno.
Dirinya juga menilai Kejagung seharusnya memiliki badan intelijen yang bisa melakukan tindakan ketika gula impor ilegal itu masuk ke Indonesia atau memang terindikasi korupsi. Sebab, konstruksi hukum yang dibangun Kejagung ialah tidak adanya koordinasi antar instansi.
Oegroseno juga menganggap Kejagung sumir apabila terjadi kerugian negara dalam pengadaan gula melalui impor. Sebab, pengadaannya tidak menggunakan APBN ataupun APBD.
"Uang Rp 400 miliar itu duitnya orang loh, bukan duit negara. Dan membuktikan aliran uang itu juga patut dipertanyakan. Sekarang yang melaporkan harusnya punya duit Rp400 miliar dong. Siapa yang punya Rp400 miliar?" kata Oegroseno.
Purnawirawan jenderal bintang tiga ini juga mengatakan fenomena politik yang menjadikan hukum sebagai alat sangat kuat. Lawan politik dikriminalisasi agar tidak melawan. Di sisi lain, dia juga mengonfirmasi ada pihak yang ingin mencari muka agar mendapatkan posisi tawar kursi Jaksa Agung pada pemerintahan yang baru ini.
"Ada kemungkinan ini kan persaingan ketat ini, persaingan ketat untuk siapa yang menjadi Jaksa Agung. Salah satu cara adalah mungkin seolah-olah berprestasi. Berprestasi di sini, kan, tetapi kan caranya tidak sehat seperti itu. Kan, tidak professional," kata dia.
Dia mengatakan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah dan Jam yang lain seharusnya menjaga muruah Jaksa Agung sebagai pimpinan.
"Seharusnya kalau Jampidsus, mau Jam apa pun itu kan berpikir ke Jaksa Agung untuk sebagai lembaga. Jangan berpikir sebagai perorangan. Kan tidak sehat kalau bersaing-bersaing dengan cara gitu. Wah ini mau ada suksesi Kapolri, suksesi Jaksa Agung, suksesi apa pun. Terus dengan cara-cara mencari prestasi yang semua seperti itu kan tidak bagus. Tidak sehatlah ya," jelas Oegroseno.