Berita satu.com
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kekosongan kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak boleh dibiarkan terlalu lama.
Jika seorang anggota DPR meninggal dunia atau memilih mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir, negara telah menyiapkan mekanisme resmi yang dikenal dengan penggantian antarwaktu (PAW).
Mekanisme ini diatur melalui undang-undang serta peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memastikan keterwakilan rakyat tetap berjalan hingga akhir periode.
Dasar Hukum Penggantian Antarwaktu
Penggantian anggota DPR memiliki landasan hukum yang kuat. Aturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019 yang menjelaskan mekanisme teknis PAW.
Dengan adanya aturan tersebut, kursi wakil rakyat di parlemen tidak akan kosong terlalu lama, sehingga fungsi legislatif tetap berjalan optimal.
Alasan Terjadinya Penggantian Antarwaktu dan Mekanismenya
PAW dilakukan dalam kondisi tertentu, yaitu apabila anggota DPR meninggal dunia, mengundurkan diri secara sukarela, serta diberhentikan dari partai politik atau diberhentikan karena kasus pelanggaran hukum.
Dalam kondisi tersebut, partai politik asal anggota DPR yang berhenti wajib mengajukan nama pengganti kepada pimpinan DPR untuk diproses lebih lanjut.
Mekanisme penggantian anggota DPR dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, pimpinan DPR menerima surat pengajuan dari partai politik mengenai anggota yang berhenti antarwaktu. Surat tersebut kemudian diteruskan kepada KPU untuk dilakukan verifikasi.
Berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2019, KPU memverifikasi dokumen serta hasil perolehan suara pada pemilu terakhir di daerah pemilihan (dapil) yang sama.
Prinsip dasarnya adalah calon pengganti berasal dari calon legislatif partai politik yang memperoleh suara terbanyak berikutnya di dapil tersebut.
Proses verifikasi harus diselesaikan paling lambat lima hari setelah surat diterima. Jika hasil verifikasi menyatakan calon pengganti memenuhi syarat, KPU akan menetapkannya dalam rapat pleno dan mengirimkan hasil tersebut kembali ke pimpinan DPR sebagai dasar pengesahan.
Penetapan dan Peresmian
Setelah menerima hasil penetapan dari KPU, pimpinan DPR menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden. Presiden kemudian menerbitkan keputusan presiden (Keppres) sebagai dasar peresmian anggota DPR pengganti antarwaktu.
Legitimasi anggota DPR baru hanya sah setelah Keppres dikeluarkan, sehingga proses ini memastikan pergantian dilakukan sesuai aturan dan memiliki kekuatan hukum yang jelas.
PKPU juga mengatur sejumlah kondisi khusus dalam mekanisme PAW. Misalnya, apabila calon pengganti di daftar calon tetap (DCT) tidak memperoleh suara pada pemilu terakhir, kursi dapat diberikan kepada calon perempuan dengan nomor urut terkecil di dapil tersebut. Kebijakan ini merupakan bagian dari afirmasi keterwakilan perempuan di parlemen.
Jika seluruh calon di dapil sudah habis, partai politik bersama KPU dapat mencari calon dari dapil terdekat yang berbatasan secara geografis. Langkah ini ditempuh agar kursi DPR tidak dibiarkan kosong hingga akhir masa jabatan.
Dengan adanya aturan yang jelas, publik tidak perlu khawatir apabila terjadi kekosongan kursi di DPR karena ada anggota yang meninggal dunia atau mengundurkan diri.
Mekanisme PAW telah diatur secara sistematis, mulai dari pengajuan partai politik, verifikasi oleh KPU, hingga peresmian oleh presiden melalui Keppres.
Pada akhirnya, mekanisme PAW DPR menjadi bentuk komitmen negara untuk memastikan fungsi representasi rakyat di parlemen tetap berjalan hingga masa jabatan berakhir.***(Berita Satu.com)
Sumber: Berita satu.com
nasional