OPINI
Polisi dan Mutilasi Anak
Oleh: Fransisca Ayu Kumalasari, SH,MKn

Kamis, 03 Mar 2016 06:45

Petrus memutilasi kedua anaknya yang tengah tertidur, Febian (5) dan Amora (3). Pasal berlapis puntelah siap untuk menjeratnya yaitu, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsidair Pasal 338 atau pasal pembunuhan. Pasal lainnya yang menjerat Bakus adalah Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Pasal 44 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Sebagaimana dikatakan isterinya, sang suami sudah mengidap penyakit skizofrenia sejak usia 4 tahun. Pelaku dalam seminggu terakhir kerap marah-marah sendiri. Di rumah seperti ada makhluk halus yang mendatangi dan bercerita sering mendapat bisikan. Ia sering mendapat bisikan di benaknya untuk membunuh dan memutilasi anak-anaknya. Tidak hanya membunuh kedua anaknya, Petrus pun berencana membunuh istrinya, namun saat istrinya minta diambilkan minum, istrinya keburu kabur. Ironisnya Bakus tidak menyesali perbuatannya.
Prihatin
Yang menjadi pertanyaan, mengapa ia bisa dengan mudah lulus test sebagai polisi? Padahal untuk menjadi seorang polisi, seorang calon polisi harus melewati gelombang test yang cukup rumit mulai dari test jasmani, kesehatan dan kejiwaan. Menurut Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, penyakit seperti yang dialami Petrus sulit dideteksi.Meski telah lolos tes kejiwaan, sulit untuk mendeteksi satu per satu perilaku setiap anggota Polri. Apalagi, bila dalam perjalanannya anggota tersebut ternyata malah memiliki perilaku menyimpang.
Apa pun alasannya, kita patut prihatin menyaksikan fenomena ini. Bukankah, kalaupun sulit dideteksi perkembangan jiwa seseorang, institusi juga punya peranan penting untuk mengawasi perilaku anggotanya sepanjang menjalankan tugas dan pengabdiannya. Jika terindikasi melakukan penyimpangan mestinya harus segera diambil sikap sebagai alat untuk mengontrol perilaku kepolisian. Tindakan antisipasi dini ini perlu untuk menghindari terjadinya perilaku distortif di dalam masyarakat. Apalagi seorang polisi merupakan garda terdepan dalam menganyom masyarakat. Polisi menjadi tulang punggung dalam memberikan pelayanan kebutuhan keamanan bagi masyarakat tanpa kecuali.
Insiden mutilasi ini harusnya menjadi tamparan bagi wajah kepolisian pada umumnya yang dituntut harus semakin profesional dalam menjalankan tugas dan profesinya. Saat dituntut untuk lebih berkualitas dan berprofesional dalam menunjukkan teladan termasuk dalam memproteksi masyarakat dari berbagai gangguan kemananan dan ketertiban, justru yang terjadi malah seorang polisitega "memakan" anaknya sendiri.
Tindakan memutilasi anak yang dilakukan polisi tersebut di sisi lain memang merupakan hal yang sangat kasuistik, namun tetap tak bisa mengurangi aspek kriminologik yang menimpa korban dan masyarakat umum. Di Belanda menurut Jan Struijs, peneliti dari Akademi Polisi, sekitar satu dari lima polisi di sana ternyata memiliki masalah dalam kejiwaan.
Dengan demikian, jumlah tersebut berkisar delapan hingga sepuluh ribu polisi atau sekitar 10% menderita gangguan stress pasca traumatis. Gangguan kejiwaan polisi Belanda seringkali disebabkan akumulasi kejadian-kejadian dalam pekerjaan. Artinya kejadian yang sama bisa menimpa kapan dan di mana saja, termasuk di Indonesia.
Efek kasualitas tindakan antisosial tersebut bisa berimplikasi bagi teror terhadap masyarakat, khususnya bagi anak-anak, yang mungkin saja semakin tidak akan merasa aman untuk menjalin kontak sosial dengan lingkungannya di akhir-akhir ini.Apalagi anak-anak di Indonesia semakin sulit menghirup nafas leluasa, karena kerap diliputi berbagai ancaman mulai pelecehan seksual hingga pembunuhan.
Grafik peningkatan kekerasan terhadap anak sangat memprihatinkan dan nampaknya belum disikapi secara profesional oleh berbagai institusi terkait. Padahal anak selalu menjadi komunitas sosial yang lemah, yang tak punya posisi tawar dalam relasi sosial bahkan dalam lingkungan keluarga sekalipun. Di titik inilah, peran dan kapasitas polisi sangat dinantikan untuk memberikan edukasi dan perlindungan ekslusif terhadap anak.
Perbaiki Sistem
Berharap pada kesadaran individu mencegah perilaku kejahatan, bukan sesuatu yang gampang. Secara konstekstual, tugas keseharian kepolisian selalu berhadapan dengan berbagai ancaman yang kerap mengancam nyawa. Akumulasi ancaman dan besarnya tantangan pekerjaan maupun persoalan keluarga bisa mendorong seorang polisi berbuat di luar batas normal atau kewajaran. Sebab polisi juga seorang manusia. Polisi juga membutuhkan dukungan sosial dan moral yang cukup untuk menunjang optimalisasi fungsi pekerjaannya.
Sayangnya, realitas ini tidak disertai dengan upaya yang sistemik dari negara untuk menghadirkan wajah kepolisian yang disegani karena memiliki liabilitas moral dalam melayani masyarakat. Keterbatasan manausiawi seorang polisi hendaknya tidak menjadi alasan pembenar untuk membiarkan seorang penganyom melakukan tindakan yang kriminalisitik.
Ke depan, perlu sebuah sistem seleksi yang memperketat calon polisi untuk menjadi seorang anggota polisi. Pendekatan meritokratis dalam hal kemampuan intelektual, skill, jasmani mapun rohani perlu dijadikan alat utama untuk mengukur kalayakan seseorang sebagai polisi. Stop segala permainan subyektif (terutama uang) dalam seleksi anggota kepolisian agar kita tidak terus memproduksi anggota polisi yang medioker dan tidak sesuai dengan kebutuhan ddan harapan keamanan masyarakat. ***
Penulis adalah alumnus Fakultas Hukum UGM
Sumber:harian.analisadaily.com
Olahraga

Perbuatan Tak Senonoh Buruh Harian Lepas Terungkap, Polsek Rengat Barat Ringkus Pelaku
INHU-Kepolisian Sektor (Polsek) Rengat Barat bergerak cepat menangani laporan dugaan tindak pidana terhadap anak di bawah umur yang terjadi di salah satu komplek perumahan karyawan perusahaan swasta d

PHR Hadirkan Buku Eksklusif “Melayu Lestari” di Perpustakaan Soeman HS
PEKANBARU-Dalam upaya melestarikan dan mengenalkan kekayaan budaya Melayu kepada generasi muda, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menyerahkan buku "Melayu Lestari" kepada Perpustakaan Soeman HS Provinsi R

Kadernya Abdul Karding Kena Reshuffle, Ini Respons PKB
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal, merespons keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mencopot Abdul Kadir Karding dari jabatannya sebagai Menteri Perlindungan P

Kontras: 3 Demonstran Hilang Ternyata Ditahan Polisi, 5 Masih Raib
Teka-teki keberadaan tiga demonstran yang dilaporkan hilang seusai aksi ricuh akhir Agustus 2025 mulai terkuak. Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras) memastikan ketiganya ter

Kemenhan: TNI Hanya Bantu Polri, Bukan Ambil Alih Pengamanan
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) angkat bicara terkait keterlibatan prajurit TNI dalam patroli pada sejumlah lokasi baru-baru ini. Langkah tersebut disebut sebagai tindak lanjut arahan Presiden Prabo