Kamis, 06 Nov 2025
  • Home
  • Nasional
  • Pergeseran Kekuasaan di Madiun: Dinamika Politik Pasca Perjanjian Giyanti

Nasional,

Pergeseran Kekuasaan di Madiun: Dinamika Politik Pasca Perjanjian Giyanti

PT.SPIRIT INTI MEDIA
Senin, 18 Agu 2025 10:58
okezone.com
PERJANJIAN Giyanti membawa perubahan besar bagi kehidupan di Pulau Jawa, terutama di bagian tengah selatan. Perjanjian antara VOC Belanda dengan Kerajaan Mataram, yang diteken setelah kalah perang, membuat kekuasaan Mataram menjadi terbatas.

Beberapa wilayah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Mataram harus dilepaskan. Di Madiun, perjanjian VOC Belanda dengan Mataram menyebabkan pusat pemerintahan bergeser. Pergeseran ini terjadi dari Istana Wonosari ke Istana Kranggan, bermula dari penunjukan Raden Ronggo Prawirodirjo I sebagai Bupati Madiun oleh Sultan Hamengkubuwono I pada akhir 1750-an.

Hal tersebut tidak lepas dari konteks politik Jawa setelah Perang Giyanti dan penetapan perjanjian tersebut, serta masa bertahtanya Sultan Hamengkubuwono I pada 1749â€"1792. Pada periode awal itu, muncul masalah yang melibatkan Bupati Mangkudipuro dan Bupati Sawoo, yang kini masuk wilayah Ponorogo.

Dikutip dari “Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun, sekitar 1779â€"1810”, masalah itu bermula dari upaya pemboikotan yang dilakukan kedua bupati terhadap kewajiban-kewajiban yang dikenakan oleh VOC.

Tindakan kedua bupati tersebut membuat mereka harus berhadapan langsung dengan Sultan Hamengkubuwono I, karena setelah Perjanjian Giyanti, Madiun menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Yogyakarta. Memang, wilayah kukuban ing sak wetane Gunung Lawuâ€"atau wilayah tertutup di sebelah timur Gunung Lawuâ€"dari masa ke masa selalu menjadi momok bagi para penguasa keraton Jawa tengah-selatan.

Medan tempuh yang cukup sulit antara daerah timur dan ibu kota keraton memberi semacam rasa kebebasan kepada para bupati kawasan timur, khususnya pejabat tinggi yang membawahi wilayah Madiun. Hal ini membuat keluarga bupati berpengaruh di daerah yang jarang penduduknya ini mengembangkan rasa kedaerahan yang kuat.

Rumitnya masalah muncul ketika Sultan Hamengkubuwono I memerintahkan Bupati Mangkudipuro untuk menindak pembangkangan Bupati Sawoo. Tugas tersebut menyisakan masalah bagi Bupati Mangkudipuro karena dia memiliki hubungan dekat dengan Bupati Sawoo, terutama di Distrik Arjowinangun, Ponorogo.

Bupati Mangkudipuro menjalankan perintah Sultan Hamengkubuwono I dengan setengah hati. Dia merancang penyergapan pura-pura terhadap Bupati Sawoo bersama pasukannya. Namun, nasib buruk menimpa Mangkudipuro.

Dalam penyergapan tersebut, dia terluka di punggung sehingga memilih mundur bersama pasukannya kembali ke Madiun. Peristiwa itu memunculkan kemarahan Sultan Hamengkubuwono I, sehingga Mangkudipuro langsung dipecat dan dipindahtugaskan sebagai bupati di Caruban. Keputusan ini dianggap sebagai pilihan terbaik bagi Mangkudipuro karena dia masih termasuk keluarga dekat Keraton Surakarta.***(Okezone.com)
Sumber: okezone.com

nasional
Berita Terkait
  • Rabu, 05 Nov 2025 19:07

    Usai Lolos dari OTT Gubernur Riau, Tenaga Ahli Gubri Dani M Nursalam Serahkan Diri ke KPK

    JAKARTA â€" Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M Nursalam (DMN), akhirnya menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025) malam. Langka

  • Rabu, 05 Nov 2025 18:28

    Kemendagri Akhirnya Tunjuk SF Hariyanto Sebagai Plt Gubernur Riau

    JAKARTA-Pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid, sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan atau jatah preman (japrem) terhadap pejabat di lingkungan Dinas P

  • Rabu, 05 Nov 2025 18:21

    Gubernur Riau Ancam Copot Pejabat Jika Tak Setor 'Jatah Preman' Rp 7 M

    Jakarta-KPK menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan. Abdul Wahid disebut mengancam bawahannya jika tak memberikan uang yang disebut 'jatah preman'."Bagi

  • Rabu, 05 Nov 2025 18:19

    KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid Jadi Tersangka Korupsi

    Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka korupsi dalam kasus tangkap tangan pada Rabu (5/11/2024). Pengumuman status tersangka dis

  • Rabu, 05 Nov 2025 10:34

    Budi Prasetyo Beberkan Hasil Pemeriksaan OTT Gubernur Riau dan 8 Orang Tersangka Lainnya

    Jakarta-Update perkembangan Kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Riau. Komisi Pemberantasan Korupsi mengamankan sejumlah 9 orang.Dari 9 orang itu dan yang

  • komentar Pembaca

    Copyright © 2012 - 2025 www.spiritriau.com. All Rights Reserved.