Berita satu.com
Di era digital saat ini, media sosial (medsos) menjadi sarana utama masyarakat untuk berbagi informasi, berita, hingga hiburan. Namun, ada satu hal yang sering kali luput dari perhatian, yakni menyebarkan konten kekerasan.
Banyak orang menganggap tindakan tersebut hanya sebatas berbagi berita atau sekadar konten viral, padahal kenyataannya bisa menimbulkan masalah besar.
Tidak hanya menimbulkan dampak psikologis dan sosial, tetapi juga dapat berujung pada sanksi hukum yang berat, termasuk ancaman penjara dan denda ratusan juta rupiah.
Pengaturan terhadap Konten Kekerasan di Media Sosial
Pemerintah Indonesia kini semakin tegas dalam mengawasi peredaran konten di media sosial. Wakil Menteri Komdigi Angga Raka Prabowo, menegaskan platform digital, seperti TikTok, Instagram, Facebook, dan YouTube wajib bersikap proaktif dalam menurunkan konten berbahaya, termasuk video atau gambar kekerasan.
Langkah ini diambil untuk mencegah kericuhan, disinformasi, maupun potensi tindakan kriminal yang berawal dari konten digital. Jika platform tidak mematuhi aturan, sanksinya tidak main-main.
Mereka bisa dikenai denda, diblokir sementara, hingga dicabut statusnya sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE) resmi di Indonesia.
Selain regulasi pemerintah, hampir semua platform media sosial sebenarnya sudah memiliki kebijakan internal yang melarang keras unggahan yang berisi kekerasan, ujaran kebencian, pornografi, maupun konten eksplisit lainnya.
Artinya, baik dari sisi hukum maupun aturan platform, konten kekerasan jelas tidak memiliki ruang yang sah di dunia digital.
Landasan Hukum Pelaku Penyebar Konten Kekerasan
Bagi individu yang secara sengaja menyebarkan konten kekerasan, hukum Indonesia memiliki dasar yang jelas untuk memberikan sanksi. Beberapa pasal dan undang-undang yang dapat menjerat pelaku antara lain:
KUHP Pasal 368 tentang Ancaman: Mengunggah konten kekerasan yang mengandung unsur ancaman atau menakut-nakuti dapat diproses dengan pasal ini. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara serta denda dengan jumlah besar.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE): Jika konten kekerasan disebarkan melalui media sosial atau platform digital, pelaku dapat dijerat dengan UU ITE. Hukumannya mencakup pidana penjara dan denda hingga ratusan juta rupiah.
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS): Jika konten kekerasan yang disebarkan berkaitan dengan pelecehan atau kekerasan seksual, maka pelaku bisa dikenakan sanksi tambahan berdasarkan UU TPKS yang memiliki ancaman hukuman lebih berat.
Ujaran kebencian dan intimidasi: Konten yang menyerang individu atau kelompok tertentu bisa masuk kategori ujaran kebencian atau tindak mengancam. Hal ini juga masuk ranah pidana dan memiliki konsekuensi hukum serius.
Dengan kata lain, sanksi menyebarkan konten kekerasan bukanlah hal sepele. Setiap individu perlu memahami media sosial bukan ruang bebas tanpa batas, melainkan terikat oleh hukum negara dan aturan platform.
Risiko Sosial dan Psikologis dari Penyebaran Konten Kekerasan
Selain aspek hukum, penyebaran konten kekerasan juga menimbulkan risiko sosial dan psikologis yang besar, antara lain:
Trauma psikologis bagi penonton, terutama anak-anak atau orang dengan kondisi mental tertentu.
Normalisasi kekerasan, yang mana masyarakat menjadi terbiasa melihat kekerasan sebagai hal biasa.
Pemicu konflik sosial, karena konten tersebut bisa memicu kebencian, provokasi, hingga kericuhan di masyarakat.
Efek imitasi, yang mana sebagian orang terdorong untuk meniru tindakan kekerasan yang dilihat.
Dengan berbagai dampak ini, sudah jelas bahwa menyebarkan konten kekerasan tidak membawa manfaat, melainkan hanya memperburuk keadaan.
Etika dan Langkah Bijak sebelum Membagikan Konten
Agar tidak terjerat masalah hukum maupun merugikan orang lain, ada beberapa langkah bijak yang sebaiknya dipertimbangkan sebelum membagikan konten di media sosial:
Pertimbangkan dampak psikologis, unsur kekerasan, serta legalitas dari konten yang akan dibagikan.
Pastikan tujuan berbagi benar-benar untuk edukasi, bukan sekadar mencari sensasi.
Sertakan konteks yang jelas jika memang diperlukan untuk tujuan pendidikan atau informasi.
Jika menemukan konten ekstrem, laporkan kepada platform alih-alih ikut menyebarkannya.
Hindari keras menyebarkan ulang video yang menampilkan identitas korban, terutama yang berkaitan dengan kekerasan seksual.
Menyebarkan konten kekerasan di media sosial tidak hanya berisiko secara psikologis dan sosial, tetapi juga bisa berujung pada sanksi hukum yang berat. Pemerintah bersama platform digital kini semakin memperketat pengawasan agar ruang digital tetap aman.
Oleh karena itu, setiap pengguna internet perlu lebih bijak dan bertanggung jawab. Dengan memahami sanksi menyebarkan konten kekerasan, Anda bisa lebih waspada dan tidak sembarangan dalam membagikan konten di dunia maya.***(Berita Satu.com)
Sumber: Berita satu.com
Hukrim